Kebudayaan Malam Bainai
Wildayati Aulia
17515568
1PA12
Sebuah lagu minang terkenal berjudul malam bainai, melukiskan betapa meriahnya suatu upacara perkawinan di Minangkabau. Secara harfiah “bainai “ artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita. Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku. Lazimnya dan seharusnya acara ini dilangsungkan pada malam hari sebelum keesokan paginya calon anak daro melangsungkan akad nikah.
Busana khusus untuk upacara bainai yakni baju tokoh dan bersunting rendah. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai dan kursi untuk calon mempelai.
Menurut kepercayaan zaman dahulu, kegiatan memerahkan kuku-kuku jari calon anak daro ini juga mengandung arti magis. Ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, mempunyai kekuatan untuk melindungi si calon anak daro dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan si calon anak daro. Riwayat acara bainai yaitu pada mulanya memasang inai tidak saja upaya menampilkan kecantikan pada bagian dari anggota tangan anak daro, namun juga menurut kepercayaan kat zaman dahulu. Kuku-kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama ia berada dalam kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap terlindung dari segala mara bahaya.
Setelah selesai melakukan pesta-pesta, warna merah pada kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa ia sudah berumah tangga sehingga bebas dari gunjingan kalau ia pergi berdua dengan suaminya kemana saja.
Saat kini, kepercayaan kuno yang tak sesuai dengan tauhid Islam ini, sudah ditinggalkan. Sekarang memasang inai, merupakan bagian dari perawatan dan upaya menampilkan asesoris kecantikan anak daro, dan tidak lebih dari itu. Memerahkan kuku jari, tidak memiliki kekuatan menolak mara bahaya apa pun, karena perlindungan diri dari pengaruh jahat yang mengancam si anak daro, berada pada kekuasan Allah SWT.
Pada kesempatan upacara memasang inai ini, setiap orang tua yang diminta untuk melekatkan inai ke jari calon anak memberikan nasehat secara berbisik ke telinga calon anak daro. Bisikan-bisikan itu bisa berlangsung lama, bisa sangat singkat. Nasehat-nasehat yang sangat rahasia mengenai kehidupan berumahtangga, atau bisa juga hanya sekedar gurau agar si calon anak daro tidak cemberut saja dihadapan orang ramai. Pelaksanaan acara akan dipimpin oleh seorang pemandu yang mampu menhidupkan acara ba – inai.
Di daerah Pariaman wanita yang memandu acara disebut uci-uci, untuk daerah nagari lain, pemandu acara mungkin dilakukan oleh amai – amai atau mande-mande sesuai dengan kebiasaan setempat. Seringkali juga pada malam bainai ini acara dimeriahkan dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisional Minang.
Di wilayah pesisir meliputi Painan, Padang – Pariaman hingga Lubuk Basung, hiburan yang ditampilkan ialah musik gamat dengan irama musik Melayu serta disertai joget Melayu Deli. Semua acara ini mengundang tamu agar secara spontan tegak menari bersama. Dengan menggunkan selendang-selendang, penari wanita akan mengajak kaum pria agar menari melayu secara bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar